Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Budaya Populer (Popular Culture) Beserta Karakteristiknya

 Budaya populer (sering juga dikenal sebagai budaya pop) merupakan kumpulan gagasan-gagasan, perspektif-perspektif, sikap-sikap, dan fenomena-fenomena lain yang dianggap sebagai sebuah kesepakatan atau konsensus informal dalam sebuah kebudayaan arus utama pada akhir abad kedua puluh hingga abad kedua puluh satu. Budaya popuper ini banyak dipengaruhi oleh media massa dan ia mempengaruhi kehidupan masyarakat sehari-hari. Istilah “budaya populer” sendiri berasal dari abad ke sembilan belas, yang penggunaan awalnya merujuk kepada pendidikan dan kebudayaan dari kelas-kelas masyarakat yang lebih rendah. Istilah tersebut kemudian mengandung arti sebuah kebudayaan dari kelas-kelas masyarakat yang lebih rendah, yang berbeda dari dan bertentangan dengan “pendidikan yang sebenarnya” yang ada pada akhir abad tersebut. Makna istilah tersebut saat ini, yaitu budaya konsumsi massa, secara khusus berasal dari Amerika Serikat, yang muncul pada akhir perang dunia kedua. Sedangkan istilah yang lebih singkat “pop culture” muncul pada tahun 1960-an. Istilah ini juga sering disebut sebagai budaya massa dan sering dikontraskan dengan budaya tinggi (misalnya, musik klasik, lukisan bermutu, novel sastra, dan yang sejenis lainnya).

Menurut Dominic Strinati, budaya populer atau budaya massa berkembang, terutama sejak dasawarsa 1920-an dan 1930-an, bisa dipandang sebagai salah satu sumber historis dari tema-tema maupun perspektif-perspektif yang berkenaan dengan budaya populer. Perkembangan ini ditandai dengan munculnya sinema dan radio, produksi massal dan konsumsi kebudayaan, bangkitnya fasisme dan kematangan demokrasi liberal di sejumlah negara Barat. Budaya populer pertama kali dipersoalkan oleh Mazhab Frankfurt. Mazhab ini didirikan pada tahun 1923. Para pendirinya pada umumnya merupakan para intelektual Yahudi, bangsa Jerman sayap kiri yang berasal dari kelas atas dan menengah masyarakat Jerman. Fungsi mazhab ini adalah untuk pengembangan teori dan penelitian kritis. Kegiatan ini melibatkan karya intelektual yang bertujuan mengungkapkan kontradiksi-kontradiksi sosial yang melatarbelakangi lahirnya masyarakat kapitalis pada masa itu maupun kerangka-kerangka ideologis umum untuk membangun sebuah kritik teoritis terhadap kapitalisme modern. Dari sekian banyak kaum intelektual menonjol yang kadang-kadang dikaitkan dengan mazhab tersebut, di antaranya yang paling penting adalah Adorno (1903-1970), Horkheimer (1895-1973) dan Marcuse. Budaya populer diangkat menjadi persoalan dalam mazhab ini karena budaya populer bertentangan dengan semangat pencerahan, misalnya: individu melebur dalam massa, dan rasionalitas dalam kenikmatan. Mazhab ini melihat massa sebagai yang dibuat bodoh oleh “industri budaya” kapitalis.

2.Karakteristik Budaya Populer

a)Relativisme

Budaya populer merelatifkan segala sesuatu sehingga tidak ada yang mutlak benar maupun mutlak salah, termasuk juga tidak ada batasan apapun yang mutlak, misalnya: batasan antara budaya tinggi dan budaya rendah (tidak ada standar mutlak dalam bidang seni dan moralitas.).

b)Pragmatisme

Budaya populer menerima apa saja yang bermanfaat tanpa memperdulikan benar atau salah hal yang diterima tersebut. Semua hal diukur dari hasilnya atau manfaatnya, bukan dari benar atau salahnya. Hal ini sesuai dengan dampak budaya populer yang mendorong orang-orang untuk malas berpikir kritis sebagai akibat dari dampak budaya hiburan yang ditawarkannya. Kita dapat melihat kecenderungan ini dari semakin banyaknya diterbitkan buku-buku yang bersifat pragmatis praktis (buku-buku mengenai how to atau buku-buku self-help) atau majalah-majalah yang berisi tips-tips praktis mengenai berbagai hal praktis.

c)Sekulerisme

Budaya populer mendorong penyebarluasan sekularisme sehingga agama tidak lagi begitu dipentingkan karena agama tidak relevan dan tidak menjawab kebutuhan hidup manusia pada masa ini. Hal yang terutama adalah hidup hanya untuk saat ini (here and now), tanpa harus memikirkan masa lalu dan masa depan.
d)Hedonisme
Budaya populer lebih banyak berfokus kepada emosi dan pemuasannya daripada intelek. Yang harus menjadi tujuan hidup adalah bersenang-senang dan menikmati hidup, sehingga memuaskan segala keinginan hati dan hawa nafsu. Hal seperti ini menyebabkan munculnya budaya hasrat yang mengikis budaya malu. Contohnya :Para artis dengan mudah mempertontonkan auratnya sebagai bahan tontonan.

e)Materialisme

Budaya populer semakin mendorong paham materialisme yang sudah banyak dipegang oleh orang-orang modern sehingga manusia semakin memuja kekayaan materi, dan segala sesuatu diukur berdasarkan hal itu. Budaya populer atau budaya McWorld sebenarnya menawarkan budaya pemujaan uang, hal ini dapat kita lihat dengan larisnya buku-buku self-help yang membahas mengenai bagaimana menjadi orang sukses dan kaya.

f) Popularitas

Budaya populer mempengaruhi banyak orang dari setiap sub-budaya, tanpa dibatasi latar belakang etnik, keagamaan, status sosial, usia, tingkat pendidikan, dan sebagainya. Budaya populer mempengaruhi hampir semua orang, khususnya orang-orang muda dan remaja, hampir di semua bagian dunia, khususnya di negara-negara yang berkembang dan negara-negara maju.

g)Kontemporer

Budaya populer merupakan sebuah kebudayaan yang menawarkan nilai-nilai yang bersifat sementara, kontemporer, tidak stabil, yang terus berubah dan berganti (sesuai tuntutan pasar dan arus zaman). Hal ini dapat dilihat dari lagu-lagu pop yang beredar, termasuk lagu-lagu pop rohani yang terus berubah dan berganti.

h)Kedangkalan

Kedangkalan (disebut juga banalisme) ini dapat dilihat misalnya dengan muncul dan berkembangnya teknologi memberikan kemudahan hidup, tetapi manusia menjadi kehilangan makna hidup (karena kemudahan tersebut), pertemanan dalam Friendster maupun Facebook adalah pertemanan yang semu dan hanya sebatas ngobrol (chatting), tanpa dapat menangis dan berjuang bersama sebagaimana layaknya seorang sahabat yang sesungguhnya. Kedangkalan atau banalisme ini juga terlihat dari semakin banyak orang yang tidak mau berpikir, merenung, berefleksi, dan bersikap kritis. Sifat-sifat seperti keseriusan, autentisitas, realisme, kedalaman intelektual, dan narasi yang kuat cenderung diabaikan. Hal ini menimbulkan kecenderungan bahan atau budaya yang buruk akan menyingkirkan bahan atau budaya yang baik, karena lebih mudah dipahami dan dinikmati. Akan muncul generasi yang ‘tidak mau pakai otak secara maksimal’.

i)Hibrid

Sesuai dengan tujuan teknologi, yaitu mempermudah hidup, muncullah sifat hibrid, yang memadukan semua kemudahan yang ada dalam sebuah produk, misalnya: telepon seluler yang sekaligus berfungsi sebagai media internet, alarm, jam, kalkulator, video, dan kamera; demikian juga ada restoran yang sekaligus menjadi tempat baca dan perpustakaan bahkan outlet pakaian.

j) Penyeragaman Rasa

Hampir di setiap tempat di seluruh penjuru dunia, monokultur Amerika terlihat semakin mendominasi. Budaya tunggal semakin berkembang, keragaman bergeser ke keseragaman. Penyeragaman rasa ini baik mencakup konsumsi barang-barang fiskal, non-fiskal sampai dengan ilmu pengetahuan. Keseragaman ini dapat dilihat dari contoh seperti: makanan cepat saji (fast food), minuman ringan (soft drink), dan celana jeans yang dapat ditemukan di negera manapun. Keseragaman ini juga dapat dilihat dari hilangnya oleh-oleh khas dari suatu daerah, misalnya: empek-empek Palembang dapat ditemukan di daerah lain selain Palembang seperti Jakarta, Medan dan Lampung.

k) Budaya Hiburan

Budaya hiburan merupakan ciri yang utama dari budaya populer di mana segala sesuatu harus bersifat menghibur. Pendidikan harus menghibur supaya tidak membosankan, maka muncullah edutainment. Olah raga harus menghibur, maka muncullah sportainment. Informasi dan berita juga harus menghibur, maka muncullah infotainment. Bahkan muncul juga religiotainment, agama sebagai sebuah hiburan, akibat perkawinan agama dan budaya populer. Hal ini dapat dilihat sangat jelas khususnya ketika mendekati hari-hari raya keagamaan tertentu. Bahkan kotbah dan ibadah harus menghibur jemaat supaya jemaat merasa betah. Bisnis hiburan merupakan bisnis yang menjanjikan pada masa seperti saat ini. Hal ini dapat dilihat dari contoh taman hiburan Disney di seluruh dunia yang memperoleh pendapatan 3,3 milyar dolar AS, sementara pendapatan Disney per tahun adalah 7,5 milyat dolar AS, dengan pendapatan dari film 3,1 milyar dolar AS dan produk-produk konsumennya (dihubungkan dengan taman hiburan dan film) memperoleh pendapatan 1,1 milyar dolar AS.

l)Budaya Konsumerisme

Budaya populer juga berkaitan erat dengan budaya konsumerisme, yaitu sebuah masyarakat yang senantiasa merasa kurang dan tidak puas secara terus menerus, sebuah masyarakat konsumtif dan konsumeris, yang membeli bukan berdasarkan kebutuhan, namun keinginan, bahkan gengsi.

m)Budaya Instan

Segala sesuatu yang bersifat instan bermunculan, misalnya: mie instan, kopi instan, makanan cepat saji, sampai pendeta instan dan gelar sarjana theologis instan. Budaya ini juga dapat dilihat dari semakin banyak orang ingin menjadi kaya dan terkenal secara instan, sehingga banyak orang berlomba-lomba menjadi artis, dengan mengikuti audisi berbagai tawaran seperti Indonesian Idol, Indonesia Mencari Bakat, dan Kontes Dangdut Indonesia (KDI).

n)Budaya Massa

Karena pengaruh budaya populer, individu melebur ke dalam massa, rasionalitas melebur ke dalam kenikmatan. Hal ini disebabkan karena segala cara dipakai oleh para produsen untuk mencari pasar baru, mengembangkan pasar yang ada atau paling tidak mempertahankan pasar yang sudah ada sejauh memberikan keuntungan dan memasarkan produk mereka semaksimal mungkin. Sifat kapitalisme ini membawa masyarakat menjadi massa, artinya masyarakat dilebur dari batas-batas tradisionalnya menjadi satu massif konsumsi. Maka muncullah berbagai produk yang diproduksi secara massa yang sering mengabaikan kualitas produknya.
Budaya massa adalah budaya populer yang dihasilkan melalui teknik-teknik industrial produksi massa dan dipasarkan untuk mendapatkan keuntungan dari khalayak konsumen massa. Budaya massa ini berkembang sebagai akibat dari kemudahan-kemudahan reproduksi yang diberikan oleh teknologi seperti percetakan, fotografi, perekaman suara, dan sebagainya. Akibatnya musik dan seni tidak lagi menjadi objek pengalaman estetis, melainkan menjadi barang dagangan yang wataknya ditentukan oleh kebutuhan pasar.

o)Budaya Visual

Budaya populer juga erat berkaitan dengan budaya visual yang juga sering disebut sebagai budaya gambar atau budaya figural. Oleh sebab itu, pada zaman sekarang kita melihat orang tidak begitu suka membaca seperti pada zaman modern (budaya diskursif/kata). Pada zaman sekarang orang lebih suka melihat gambar, itulah sebabnya industri film, animasi dan kartun serta komik berkembang pesat pada zaman ini.

p)Budaya Ikon

Budaya ikon erat kaitannya dengan budaya visual. Muncul banyak ikon budaya yang berupa manusia sebagai Madonna, Elvis Presley, Marlyn Monroe, Michael Jackson, dan sebagainya; maupun yang berupa artefak seperti Patung Liberty, Menara Eiffel, dan sebagainya, termasuk juga ikon merek seperti Christian Dior, Gucci, Rolex, Blackberry, Apple, Ferrari, Mercedes, dan sebagainya.

q)Budaya Gaya

Budaya visual juga telah menghasilkan budaya gaya, di mana tampilan atau gaya lebih dipentingkan daripada esensi, substansi, dan makna. Maka muncul istilah “Aku bergaya maka aku ada.” Maka pada budaya ini, penampilan (packaging) seseorang atau sebuah barang (branding) sangat dipentingkan.

r)Hiperealitas

Hiperealitas (hyper-reality) atau realitas yang semu (virtual reality), telah menghapuskan perbedaan antara yang nyata dan yang semu/imajiner, bahkan menggantikan realitas yang asli. Hiperealitas menjadi sebuah kondisi baru di mana ketegangan lama antara realitas dan ilusi, antara realitas sebagaimana adanya dan realitas sebagaimana seharusnya menjadi hilang.

s) Hilangnya Batasan-batasan

Budaya popular menolak segala perbedaan dan batasan yang mutlak antara budaya klasik dan budaya salon, antara seni dan hiburan, yang ada antara budaya tinggi dan budaya rendah, iklan dan hiburan, hal yang bermoral dan yang tidak bermoral, yang bermutu dan tidak bermutu, yang baik dan jahat, batasan antara yang nyata dan semu, batasan waktu, dan sebagainya. Perbedaan-perbedaan tersebut tidak lagi memiliki arti yang nyata. Perbedaan-perbedaan dan batasan-batasan tersebut ternyata hanya dimanipulasi untuk alasan-alasan pemasaran. Akibatnya, tidak berbeda dengan es krim, burger, dan hal yang lain. Musik dan karya seni yang lain juga dapat ditanggapi sebagai objek sensual oleh para pendengar positif, yang “ketika bereaksi, tidak lagi membedakan apakah reaksi itu kepada Simfoni Ketujuh Beethoven atau kepada sepotong bikini.”


1. Berbelanja
2. Demam Korea (Korean wave) Demam Korea (Korean wave)
3. Korean Pop (K Pop)

Posting Komentar untuk "Budaya Populer (Popular Culture) Beserta Karakteristiknya"